SUNGAI CITARUM KINI
SUNGAI CITARUM KINI
Sungai citarum mengalir dari hulunya di Gunung wayang selatan kota Bandung mengalir ke utara dan bermuara di laut jawa. Citarum mengaliri 12 wilayah administrasi kabupaten/kota. Citarum menyuplai air untuk kebutuhan penghidupan 28 Juta masyarakat, Sungai yang merupakan sumber air minum untuk masyarakat di Jakarta, Bekasi, Karawang, Purwakarta, dan Bandung. Dengan panjang sekitar 269 km mengaliri areal irigasi untuk pertanian seluas 420.000 hektar. Citarum merupakan sumber dari denyut nadi perekonomian Indonesia sebesar 20% GDP (Gross Domestic Product) dengan hamparan industri yang berada di sepanjang sungai Citarum. Sungai Citarum berhulu di Gunung Wayang, Kabupaten Bandung di ketinggian 1.700 m dpl dan bermuara di Pantai Utara Jawa (Kabupaten Karawang). Tataguna lahan di sekitar DAS Citarum terdiri dari hutan (20%), pertanian (sawah, kebun, lahan kering) sekitar 48%, serta pemukiman dan industri sebesar 32%.
Ironisnya, berkebalikan dengan nilai historis dan signifikansi Citarum bagi bangsa Indonesia, saat ini Citarum sedang mengalami krisis. Air yang mengalir melalui Citarum telah tercemari oleh berbagai limbah, yang paling berbahaya adalah limbah kimia beracun dan berbahaya dari industri. Saat ini di daerah hulu Citarum, sekitar 500 pabrik berdiri dan hanya sekitar 20% saja yang mengolah limbah mereka, sementara sisanya membuang langsung limbah mereka secara tidak bertanggung jawab ke anak sungai Citarum atau ke Citarum secara langsung tanpa pengawasan dan tindakan dari pihak yang berwenang (pemerintah).Kondisi Citarum saat ini merupakan potret parahnya pengelolaan air permukaan di Indonesia.
Kabupaten Karawang saat ini dinilai mengalami sejumlah masalah lingkungan akibat perkembangan industri dan investasi. Ratusan hektar tanah yang dulu merupakan tanah garapan dan daerah resapan, dalam waktu 2 sampai 3 tahun telah berubah menjadi kawasan industri. Saat ini sejak 2010 sampai saat ini banjir menjadi rutinitas yang melanda Karawang. Tidak hanya banjir, pencemaran lingkungan pun terjadi di kawasan industri tersebut. Sekitar kurang lebih 100 perusahaan yang dibangun di bantaran sungai Citarum dianggap tidak melakukan pengolahan limbah industrinya dengan benar.
Terjadinya degradasi prasarana pengendali banjir, menurunnya fungsi prasarana jaringan irigasi, kurangnya prasarana pengendali banjir di muara, dan terjadinya abrasi pantai di muara. Semua hal tersebut menyebabkan daerah Citarum Hilir pun merupakan daerah rawan banjir. Banjir terakhir yang terjadi di bagian hilir Sungai Citarum disebabkan oleh curah hujan tinggi yang berlangsung terus menerus, Waduk Jatiluhur tidak mampu menampung debit banjirsehingga limpas di pelimpah dengan tinggi maksimum 141 cm. Akibatnya aliran keluar dariwaduk mengalir ke Sungai Citarum adalah sebesar 700 m3 /detik. Bersamaan dengan meluapnya Sungai Cikao di Purwakarta mengakibatkan banjir Sungai Cibeet di Karawang yang mengalir ke Sungai Citarum, sehingga alur Sungai Citarum di Karawang tidak mampulagi menampung debit banjir dari hulu, sehingga terjadi banjir di Telukjambe, Karawang Kulon, Karawang Wetan Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bekasi.
Sungai Citarum yang tidak pernah dikeruk semenjak tahun 1992 tersebut mengalami sedimentasi yang cukup parah di sejumlah wilayah daerah aliran sungai (DAS) dan banyaknya sampah plastik disekitarnya sehingga selalu meluap dan banjir dikala musim penghujan.
Sampah-sampah yang menumpuk di DAS sungai citarum membuat bau yang sangat busuk ketika kita mendekat ke sungai citarum yang membuat sungai Citarum merupakan salah satu sungai terkotor di dunia yang telah mengakibatkan berbagai penyakit mucul, yang mengakibatkan masyarakat sekitar terkena penyakit-penyakit yang berbahaya.
Sungai Citarum yang mengalir melintas Kabupaten Karawang, Jawa Barat kini mengalami beban berat akibat pencemaran limbah. Masyarakat yang berdiam di daerah aliran sungai (DAS) Citarum kini tidak bisa lagi memanfaatkan air sungai itu untuk keperluan mandi, mencuci termasuk mencari ikan dan binatang air lainnya.
Permasalahan di Citarum Hilir dikarenakan banyaknya alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi permukiman akibat berkembangnya permukiman tanpa perencanaan yang baik. Solusi penanganan DAS Citarum dilakukan melalui pendekatan struktural dan non-struktural serta sosio-kultural simultan hulu-hilir dengan sinergi multi sector bersama masyarakat secara terintegrasi dalam wadah koordinasi badan strategis pengelolaan DAS Citarum. Pendekatan non-struktural meliputi manajemen hulu DAS, penataan ruang, pengendalian erosi dan alih fungsi lahan, perijinan pemanfaatan lahan, pemberdayaan masyarakat kawasan hulu, manajemen daerah rawan banjir, sistem peringatan dini ancaman dan evakuasi banjir, peningkatan kapasitas kelembagaan dan partisipasi masyarakat untuk penanggulangan banjir, pengendalian penggunaan air tanah, pengelolaan dan perbaikan kualitas air sungai.
Pendekatan struktural meliputi normalisasi sungai, tanggul penahan banjir, kolam penampungan banjir, sistem polder dan sumur-sumur resapan,pembangunan waduk dan embung, penyediaan prasarana air baku, pengembangan sistem penyediaan air minum danair kotor, rehabilitasi jaringan irigasi, pengembangan pembangkitan tenaga listrik.Sejak beberapa tahun lalu, sejumlah instansi pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat berpartisipasi dalam serangkaian dialog yang menghasilkan Citarum Roadmap yaitu suatu rancangan strategis berisi hasil identifikasi program-program utama untuk meningkatkan sistem pengelolaan sumber daya air terpadu dan memperbaiki kondisi di sepanjang Daerah Aliran Sungai Citarum.
Komentar
Posting Komentar