Yakin, Siap Nikah? (1)
Memasuki umur
20+ ini memang rawan dengar pertanyaan "Kapan nikah?"
Tapi selain seringnya kita mendapatkan pertanyaan tersebut, sebenarnya kita sudah siap menikah belum sih?
Yakin siap
nikah?
Yakin bukan cuma ikut-ikutan teman yang satu persatu mulai menikah?
Yakin bukan karena ya capek aja ditanya begitu?
Sudah menyiapkan segala bekal ilmu menuju pernikahannya?
Nah yang selanjutnya akan kalian baca mengenai ilmu pernikahan. Apa-apa yang ditulis disini sebagian besar mengambil referensi dari buku karya Vina Sri yang berjudul sesuai postingan ini dan materi dari Sekolah Pra Nikah Online dari Abdillah Family.
Definisi, Hukum, dan Perintah
Menikah
Menikah itu mengenai
menyatukan 2 keluarga atau bahkan lebih. Ibadah yang bukan hanya mengenai diri
sendiri tapi juga mengenai masa depan ummat Islam, dimana nantinya Insya Allah,
Allah titipkan keturunan-keturunan melalui pernikahanmu itu. :)
Menikah ini
ibadah yang bisa hukumnya berubah menjadi 5 hal sekaligus, yaitu wajib, sunnah,
haram, makruh dan mubah.
1. Wajib:
Hukum menikah yang semula sunnah
muakkadah, bisa menjadi wajib bila seseorang khawatir tidak bisa menjaga
dirinya dari perzinaan, meski sudah berpuasa dan lainnya. Sementara dia sudah mampu
untuk menyediakan mas kawin nafkah dan berperan serta menjadi suami/istri.
2. Sunnah:
Hukum menikah awalnya sunnah. Hal ini
berlaku bagi mereka yang sudah mampu mengemban tugas dan tanggup jawabnya namun
tidak terdesak dan khawatir pada perzinaan.
3. Mubah:
Adapun hukumnya menjadi mubah bila unsur
mampu dan desakan syahwat berada di tengah-tengah. Artinya tidak ada faktor
yang mendorong juga tidak ada kendala yang menentang.
4. Makruh:
Pernikahan menjadi makruh bila tidak mampu
menjalankan peran dalam rumah tangga tetapi pasangannya menerima. Hal yang
dimaksud adalah adanya kekhawatiran menzalimi pasangannya akibat
ketidakmampuannya.
5. Haram:
Nah menikah juga bisa menjadi haram bila
pernikahan yang dilakukan merupakan hal yang dilarang baik dari sisi niat
(zalim) ataupun sisi syariat (nikah mahram, nikah muhallil, nikah syigar dst).
Berikut merupakan perintah Rasulullah
Shalallahu Alahi Wasallam untuk menikah. Dari Ibnu Mas’ud radhiallahu anhu ia
berkata: Rasulullah Shalallahu Alahi Wasallam bersabda,
“Hai para pemuda, barangsiapa diantara
kamu yang sudah mampu menikah, maka nikahlah, karena sesungguhnya nikah itu
lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih dapat menjaga kemaluan. Dan
barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa itu
baginya (menjadi) pengekang syahwat”. [HR. Jamaah]
Setelah mengetahui bahwa hukum menikah
bisa berubah-ubah maka bekal paling pertaman adalah niat yang benar. Di dalam
Islam niat merupakan hal yang sangat penting yang dapat menentukan
pekerjaannya bernilai ibadah atau sebaliknya.
"Sesungguhnya amalan itu tergantung
niatnya, dan setiap orang mendapatkan apa yang diniatkannya." [H.R
Bukhari]
Bila niat menikah hanya sekadar ingin menikah, keinginan fisik dan harta semata, semua itu bisa didapatkan tapi tidak dengan ibadahnya. Niat fisik dan harta adalah niat yang sangat rapuh untuk mempertahankan rumah tangga. Keanggunan fisik tidak berlangsung lama pun begitu dengan harta dan kekuasaan bisa lenyap begitu saja. Niat yang benar untuk ibadah akan melanggengkan pernikahan. Pernikahan itu akan bersiap menghadapi masalah yang keras karena semua kembali kepada aturannya Allah SWT.
Menikah berarti membentuk keluarga yang baru. Keluarga adalah unit terkecil relasi kehidupan dengan beragam misi kehidupannya. Adapun tugas yang harus diemban sebagai kesatuan keluarga adalah:
- Memelihara eksistensi manusia
- Mewujudkan ketentraman, cinta dan kasih sayang
- Pemeliharaan nasab dan asal-usulnya
- Pemeliharaan dan penjagaan diri
- Menjaga dan mewujudkan nilai-nilai religius
Dengan tugas tersebut maka fungsi dari
keluarga sendiri meliputi segala aspek utamanya fungsi agama.
Kesiapan Menikah
Sebelum menikah seseorang harus memiliki
kesiapan. Artinya seseorang harus mengetahui dan bersedia memikul tugas sebagai
istri/suami dan ibu/ayah. Kesiapan ini meliputi kesiapa fisik dan mental.
Beberapa kesiapan menikah antara lain: siap untuk berubah dari hidup bebas
menjadi terikat dengan pasangan hidup, memiliki kelembutan dan kasih sayang,
memiliki penilaian realistis, memiliki rancangan masa depan dan mampu mengatur
keuangan keluarga.
Peran, Kewajiban dan Hak Suami - Istri
"Laki-laki (suami) itu qowwam
(pelindung) bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian
mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka
(laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang
shalih adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika
(suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka)."
(QS. An-Nisa: 34)
Hak istri yang paling utama adalah
mendapatkan bimbingan agama dari suaminya. Hak lainnya adalah menerima nafkah
dari suami. Nafkah tersebut ditujukan untuk seluruh kebutuhan istri dan rumah
tangga. Sehingga kewajiban suami adalah memberikan nafkah sesuai kemampuan dan
sesuai apa yang dikonsumsi suami. Suami tidak berkewajiban untuk memberikan
nafkah berlebih bila penghasilannnya sedang berlebih. Namun, perempuan boleh
mengambil nafkah diam-diam dari harta suami bila suami terlalu pelit sampai
sang istri kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya, tentu sewajarnya.
Hak istri yang lain adalah diperlakukan
dengan sebaik-baiknya. Perempuan harus mendapatkan perhatian dan kasih sayang
yang cukup dari suami. Perempuan harus dijaga agar selalu dalam kondisi baik.
Sementara itu salah satu hak suami yang
diberikan Allah atas istrinya adalah ketaatan pada hal yang bukan maksiat
sesuai kemampuan. Perintah ini memang merupakan tugas berat bagi istrinya.
Saking beratnya tugas ini, Allah mencukupkan balasannya berupa bebas memilih
surga dari pintu mana saja yang dikehendaki.
“Apabila seorang wanita mau menunaikan
shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan taat
terhadap suaminya, maka akan dikatakan kepadanya (di akhirat), ‘Masuklah ke
Surga dari pintu mana saja yang engkau kehendaki.”
(HR. Ahmad)
Salah satu hak suami adalah mendapatkan
rasa nyaman di rumahnya serta mendapatkan pelayanan yang baik dari istrinya.
Pelayanan yang dimaksud termasuk mengatur rumah tangga, menyediakan apa-apa
yang dibutuhkan suami, mengasuh anak dan lain-lain.
Hak suami yang lain adalah dijaga
hartanya. Perempuan tidak boleh menggunakan harta suaminya lebih daripada yang
suaminya izinkan, kecuali bila suami terlalu pelit itu pun hanya untuk
kebutuhan dasar istrinya. Perempuan harus menjaga pintu rumah suaminya dari
orang-orang yang suaminya tidak suka.
Hak suami juga dijaga pernikahannya.
Diharamkan bagi istri meminta cerai pada suaminya tanpa alasan syar’i. Bila
suami masih melaksanakan seluruh kewajibannya, maka wajib bagi perempuan untuk
menjaga keberlangsungan pernikahan tersebut.
Konsep Harta Dalam Rumah Tangga
Salah satu kesalahan manajemen rumah
tangga hari ini adalah bercampur baurnya harta antara istri dan suami. Hal ini
sangat buruk terutama bila pernikahan tersebut menemui ujungnya, seperti
bercerai atau meninggal.
Saat bercerai, dengan tanpa dasar harta rumah tangga dibagi dua lalu mantan suami dan istri masing-masing dapat satu bagian. Ini adalah hal yang sangat zalim, apalagi bila harta suami atau istri berjumlah sangat timpang saat pernikahan, lalu dengan perceraian harta itu mendadak dibagi dua begitu saja.
Kerancuan lainnya adalah misalkan saat seseorang meninggal dan meninggalkan harta yang banyak, maka pasangannya secara zalim mengambil harta pasangannya yang telah meninggal. Padahal pada harta tersebut bisa jadi ada jatah waris milik keluarganya yang lain. Kerancuan lainnya adalah saat suami memiliki istri lebih dari satu, lalu tidak jelas batasan antara istri-istri tersebut. Inilah mengapa kita harus betul-betul paham mana harta istri, dan mana harta suami.
Harta yang dimiliki istri, baik sebelum
dan sesudah pernikahan, maka itu adalah sepenuhnya milik istri. Bahkan mahar
pernikahan adalah milik istri seutuhnya. Tidak bisa harta istri dicampur dengan
suami.
Tugas suami adalah memberikan nafkah pada istri dalam dua bentuk:
Pertama, adalah harta untuk operasional rumah tangga. Harta tersebut statusnya dimiliki oleh suami namun untuk keperluan seluruh rumah, seperti makan, pakaian, anak, listrik, dst.
Kedua, adalah harta untuk istri. Harta untuk istri adalah milik istri seutuhnya diluar kebutuhan istri dan penghuni rumah lainnya. Harta ini bebas digunakan istri baik untuk konsumsinya, untuk diberikan pada orang lain, atau untuk ditanamkan pada modal usaha seperti kontrakan atau saham. Suami tidak berhak meminta harta tersebut kembali pada istrinya. Bahkan saat suami meninggal, seluruh keluarga suami dan anak tidak berhak meminta harta istri tersebut.
Konsekuensi dari nafkah model ini adalah kejelasan hak milik barang. Hal ini agar tidak terjadi pertengkaran saat masalah waris. Saat suami bercerai dengan istrinya, maka harta istri tetap milik istri. Tidak ada jatah warisan pada adik-kakak suami bahkan anak atas harta istri. Konsekuensi lain adalah bila suami meninggal, maka harta suami dibagikan sesuai ketentuan waris. Istri bisa dapat hanya 1 per 8 bagian saja pada kondisi tertentu, yang mana kebanyakan waris biasanya akan jatuh pada anak laki-laki suami.
Kriteria Calon Pasangan
Setiap manusia pasti memiliki kriteria
masing-masing. Tidak ada yang salah dalam menentukan kriteria masing-masing.
Namun jangan sampai kriteria kita tidak melibatkan perkara agama dan menjadi
suatu harga mati.
Indikator Calon Suami Ideal
"Dan janganlah
kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya
wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik
hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita
mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari
orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang
Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil
pelajaran." [Q.S Al Baqarah : 221]
Dalam Firman Allah SWT tersebut jelas
memerintahkan untuk memilih laki-laki yag shaleh dan taat beragama. Lelaki
nantinya menjadi imam dalam keluarga. Dia akan menentukan arah rumah tangganya.
Lelaki yang baik agamanya akan membawa menuju jalan yang Allah ridhoi. Maka
penting bagi wanita untuk memilih lelaki yang baik agamanya.
Suami yang bertakwa akan tetap berlaku adil pada istrinya dan bersabar pada kekurangannya. Selain agamanya pilihlah lelaki yang berjiwakepemimpinan. Peran utama seorang suami adalah sebagai pemimpin keluarga. Adapun hal penting lainnya yaitu sikap lembut dan penyayang. Wanita sendiri mahluk yang lembut dan juga ingin diperlakukan lembut.
Secara umum, berikut ini merupakan
sejumlah indikator calon suami ideal: Sholeh dan alim, memiliki sifat
kepemimpinan sehingga dapat membimbing keluarga, mampu memberikan nafkah sesuai
kemampuan dan tentunya bertanggung jawab.
Indikator Calon Istri Ideal
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam
bersabda,
"Wanita dinikahi atas empat perkara,
yaitu karena hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, atau karena
agamanya. Maka pilihlah berdasarkan agamanya agar dirimu
selamat.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Hadist diatas telah cukup menjelaskan bahwasanya pilihlah pasangan berdasarkan agamanya. Selain itu pilihlah istri yang cerdas. Seorang istri merupakan madrasah pertama bagi anak-anaknya. Dari ibu anak akan belajar pertama kali mengenai Tuhannya, keluarganya dan lingkungannya. Selain itu istri yang cerdas akan membantu suami mencari solusi saat keluarga dalam masalah.
Pada hadist lainnya juga Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasallam mengatakan untuk menikahi wanita yang penyayang dan subur. Sebab wanita penyayang akan merawat keluarganya dan wanita yang subur akan memberikan keturunan.
Tugas perempuan setelah menikah jauh lebih berat dibandingkan dengan sebelum menikah. Perempuah diharuskan untuk melayani suaminya, mengandung dan membesarkan anaknya, dan mengelola rumah tangga. Sudah siap dengan kriteria tersebut?
Perlu diingat bahwa istri = Manager rumah tangga. Seseorang yang akan mengatur dan menjalankan tugasnya sebagai penerjemah dan penyampai dari visi misi yang ditentukan.
Jangan lupakan perkara agama adalah perkara hati. Kita bisa melihatnya sebagai sosok paling taat beragama tapi kesungguhan hati hanya Allah yang paling mengetahui. Maka jangan lupa libatkan Allah SWT. Bersujud dan beristikharahlah.
Pentingnya Sekufu
Nah baru-baru ini aku liat di instagram
(sayangnya lupa dari akun apa) ada yang membahas soal sekufu. Sekufu berarti
sepadan. Sepadan yang gimana sih? Ada banyaaaak sekali soal sekufu ini, baik
itu sekufu daerah asalnya, sekufu penghasilan-gaya hidupnya, sekufu tingkat
pendidikannya bahkan sekufu selera makanannya dan tentunya sekufu secara
agamanya.
Pada postingan instagram yang aku temukan kemarin itu membahas mengenai sekufu dalam agama. Dimisalkan suaminya rutin ibadah puasa sunnah baik itu senin-kamis ataupun puasa daud. Kalau gak sekufu, kalau sang istri tidak terbiasa puasa sunnah sangat memungkinkan akan menjadi uring-uringan karena harus sering bangun malam menyiapkan saurnya.
Aku sendiri bacanya langsung terdiam mikir. Berkaca ke diri sendiri. Aku sendiri aja kalau mau puasa sunnah ya seringnya lauk saurnya ya lauk yang dimakan semalam. Malas banget harus bersiap-siap masak ataupun nyari lagi buat saurnya. (Iya ini antara praktis, menghemat atau memang dasarnya pemalas sih hahaha). Nah itu baru 1 contoh diantara banyaknya kemungkinan yang terjadi bila jarak perbedaan terlalu jauh.
Lalu gak boleh menikah bila terdapat perbedaan kufu? atau malah beda daerah asal gitu? ya tentu saja boleh kok. Selagi masih bisa dikomunikasikan dan mau sama-sama memaklumi dan belajar. Iya sama-sama adaptasi dan bersabar tentunya.
Maka dari itu beberapa ulama mengedepankan
sekufu dalam hal agama. Kesesuaian visi misi adalah titik pertama perbedaan
yang ada bisa diperkecil sehingga tidak menjadi konflik yang besar.
Jika melihat kembali tuntunan Rasulullah,
syarat secara agama dan akhlak sudah cukup untuk membina keluarga. Jangan
sampai syarat yang lain menghalangi niatan baik yang sudah dibangun.
Jadi gimana?
Yakin siap nikah?
Yakin udah
tau apa-apa aja yang harus disiapkan dengan segala konsekuensi dan
tanggungjawabnya?
Yakin sudah
bisa menentukan sendiri visi misi menikahmu?
Yakin niatnya sudah benar untuk menikah ini? Menikah ini ibadahmu yang bakal berlangsung lama loh. Jangan sampai dimulai dengan niat yang tidak benar.
Okay harus
diluruskan tulisan ini bukan untuk membuat kalian ragu melangkah ke pernikahan.
Sungguh kalau kita harus mencapai siap yang sempurna rasanya tidak akan pernah
siap.
Pernikahan sediri ibarat perahu yang akan mengarungi samudra. Banyak bekal yang harus disiapkan agar sampai pada tujuannya, agar tidak goyah saat ada badai dan ombak datang. Namun menikah juga jika terlalu banyak pertimbangan dan berpikiran bahwa seluruh persiapannya hanya akan membebani kita hanya akan terus merasa tidak siap.
Jangan
lupakan bahwa setan sangat tidak menyukai jika anak cucu adam ada yang menikah.
Dimana setelah menikah kita akan menggenapkan separuh agamanya. Permasalahannya
adalah sudahkah kamu mempersiapkan diri dengan segala bekal mengenai pernikahan
itu sendiri? Sudahkah dirimu mengeri peran, tanggungjawab serta hak dan
kewajiban dari suami/istri itu sendiri? Jangan lupa, bersiap menikah berarti
siap juga menjadi ibu/bapak.
Pasangan dan
keluarga sempurna hanya ada di film-film. Tugas kitalah membuat kekurangan
dalam pasangan dan keluarga kita menjadi pelengkap kesempurnaan - Vina Sri
Selamat terus
memperbaiki diri. Semoga jodohmu pun senantiasa memperbaiki diri, sampai
akhirnya kata Allah kamu siap untuk dipersatukan ya. :)
Ps: Oh iya,
buat yang mau materinya bisa diminta aja langsung ke aku, nanti bakal aku
forward. Cuma materinya belum full karena emang agendanya bakalan berlangsung
selama ramadhan. Nantinya setiap harinya mungkin bakalan aku forward kalau
memang dirasa mau baca juga ya!
Syukron jazakillah kakak. Mau baca materi full ny kak
BalasHapusassalamu’alaikum kak, boleh minta materi fullnya kak?
BalasHapus