Review Watershed Management: Lessons from Common Property Theory,John Kerr
Watershed Management: Lessons from Common Property Theory Oleh John Kerr
Tugas Review Jurnal MK Pengelolaan Sumber Daya Air | |||
YOSI MUTIARA PERTIWI
13513175
JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
Judul
Watershed Management: Lessons from Common Property Theory
Penulis
John Kerr Department of Community, Agriculture,
Recreation and Resource Studies Michigan State University jkerr@msu.edu
Jurnal
International Journal of the Commons
Vol 1, no 1 October 2007, pp. 89-109
Publisher: Igitur, Utrecht Publishing & Archiving Services for
IASC
URL: http://www.thecommons.org
URN:NBN:NL:UI:10-IJC-07005
Copyright: content is licensed under a Creative Commons
Attribution 3.0 License
ISSN: 1875-0281
Abstrak
Watershed development is an important component of rural
development and natural resource management strategies in many countries. A
watershed is a special kind of common pool resource: an area defined by
hydrological linkages where optimal management requires coordinated use of
natural resources by all users. Management is difficult because watershed
systems have multiple, conflicting uses, so any given approach will spread
benefits and costs unevenly among users. Theories from commons research
predict great difficulty in managing complex watersheds and explain why
success has been limited to isolated, actively facilitated microwatershed
projects with a focus on social organization. Encouraging collective action
is easiest at the microwatershed level but optimal hydrological management
requires working at the macrowatershed level. Research suggests potentially
severe tradeoffs between these two approaches. Resolving the tradeoffs is
necessary for widespread success in watershed development but solutions are
not clear. Examples from India illustrate the argument.
Keywords: commons, watershed, India
Tujuan Penelitian
Pembangunan
DAS harus diupayakan tidak hanya untuk mengelola hubungan hidrologis
(pemanenan air dan konservasi tanah) tetapi juga memiliki tiga tujuan:
1.
melestarikan dan memperkuat basis sumber daya alam dengan mengoptimalkan
penggunaan sumber daya untuk konservasi;
2.
produktivitas yakni membuat pertanian dan sumber daya alam lainnya (termasuk
tanah, air, padang rumput, dan hutan) yang berbasis kegiatan (misalnya
perikanan, padang gembalaan, irigasi, produksi biomassa) menjadi lebih
produktif, dan
3.
mendukung mata pencaharian pedesaan untuk mengurangi dan/ mengentaskan
kemiskinan.
Tujuan
proyek DAS berbeda tergantung pada masalah daerahnya. Di Amerika Serikat,
pengelolaan DAS terutama untuk melindungi kualitas air, di banyak daerah
terkait pengendalian banjir. Di perbukitan, daerah semi-kering India, fokus
pada panen air, atau penangkapan air hujan selama musim hujan untuk digunakan
ketika air langka, atau pada upaya peningkatan kelembaban tanah untuk
meningkatkan produktivitas pertanian sawah tadah hujan. Konservasi tanah
adalah salah satu tujuan untuk mencapai tujuan lain.
Latar Belakang
Salah
satu tantangan sosial ekonomi terbesar untuk keberhasilan pengelolaan DAS
adalah mendistribusikan biaya dan manfaat secara merata, sebagai akibat dari
variasi spasial dan keragaman kepentingan penggunaan sumber daya alam. Untuk
itu diperlukan kerja sama untuk membuatnya bekerja. Konflik antara
menggunakan DAS untuk padang gembalaan atau melindunginya guna mendukung
irigasi di hilir adalah contoh yang baik. Kegiatan mana yang manfaatnya
dirasakan besar dan cepat, itulah yang dipilih, dan dirancang mekanisme biaya
difusinya agar dapat dikelola, tapi umumnya sulit karena manfaatnya umumnya
dirasakan lambat. Oleh karena itu, perlu diciptakan mekanisme untuk mendorong
pemanfaatan sumberdaya alam sesuai kepentingan umum.
Ada
dua keburukan proyek DAS yang merupakan tantangan teknis: 1) apa yang baik
untuk microwatershed di hulu dapat menjadi buruk bagi microwatershed lain di
hilir; 2) apa yang baik untuk DAS jangka pendek bisa menjadi buruk dalam
jangka panjang. Kasus-kasus kekurangan panen air di DAS hilir (Batchelor et
al., 2003) oleh Calder et al. (2006) dinyatakan sebagai 'penutupan
tangkapan'. Panen air tanah di hulu secara lokal dan dipompakan secara
intensif pada akifer dangkal, untuk mencegah limpasan permukaan dapat
mencegah gerakan air tanah secara alami ke hilir. Contoh lainnya adalah
asumsi yang salah mengenai peran hidrologi pohon untuk tujuan mengisi air
tanah di DAS, padahal pohon adalah
konsumen air bersih yang memiliki fungsi berlawanan (Calder, 2002). Juga
pendapat para ilmuwan tanah yang memperkirakan tingkat erosi dengan
ekstrapolasi hasil eksperimental, seolah-olah semua tanah di DAS terkikis
pada kecepatan yang sama dan semuanya menghilang dari DAS. Swallow et al.
(2001) membuktikan sebagian besar erosi tanah hanya bergerak dari satu bagian
DAS ke bagian DAS lainnya, sehingga beberapa petani justru memperoleh manfaat
melalui endapan lumpur di tanah mereka dan bahkan secara aktif mendorong
erosi tanah ke tempat itu agar dapat lebih produktif (Chambers 1990).
Hasil dan
Pembahasan
Ada faktor utama bagi lembaga-lembaga
lokal untuk mengelola bersama sumberdaya milik bersama tersebut, yakni Faktor
karakteristik sumber daya, dengan delapan atribut yang menguntungkan: ukuran
kecil, batas-batas yang terdefinisi dengan baik, mobilitas rendah,
penyimpanan manfaat yang memungkinkan, kepastian, kelayakan meningkatkan
sumber daya, penelusuran manfaat untuk intervensi manajemen, dan ketersediaan
indikator kondisi sumber daya.
Pada
akhir 1980-an pembangunan DAS mulai lebih fokus pada organisasi sosial
masyarakat dalam DAS untuk bekerja secara kolektif, dilakukan oleh berbagai
LSM termasuk MYRADA di India Selatan, Sosial Centre di Maharastha, dan Aga
Khan Rural Support Program di Gujarat (Hinchcliffe et al. 1999; Farrington
dan Lobo 1997). Proyek-proyek MYRADA fokus pada identifikasi beberapa
kelompok kepentingan (kasta rendah, perempuan, tak bertanah, petani dengan
irigasi, dll), membangun kapasitas organisasi dan membantu mereka
bernegosiasi satu sama lain untuk memastikan investasi pembangunan DAS dapat
memuaskan kepentingan semua orang (Fernandez, 1994), namun tidak
mempertimbangkan sampai sebuah desa mencapai keterampilan organisasi yang
kuat. Sosial Centre memulai dengan identifikasi desa-desa yang topografinya
menguntungkan untuk panen air dan, dan adanya bukti tindakan kolektif di
sekitar sumber daya alam. Desa harus berjanji untuk tidak menanam tanaman
intensif air seperti tebu, yang akan memungkinkan minoritas petani kaya
menangkap manfaatnya. LSM lain banyak yang menjalankan program serupa.
Pengelolaan
DAS dengan pendekatan Commons/Bersama/Publik muncul pada 1980-an awalnya
tidak dibayangkan bahwa semua yang dimiliki bersama dapat dikelola dengan
baik. Pembentukan Komite Pengguna yang mewakili berbagai kelompok kepentingan
di DAS dan memiliki kekuasaan, yang tampaknya dibentuk hanya untuk
mendapatkan dana proyek (Kerr dan Pender 1996) adalah salah satu bentuk
pendekatan yang dipilih.
Berdasarkan
observasi lapangan keberadaan institusi tersebut dirasakan memenuhi harapan
yang lebih besar daripada yang diduga meskipun belum mencukupi untuk mampu
mengendalikan kerusakan sumberdaya yang sedang dikelola. Hasil observasi
lapangan juga menyarankan untuk menambahkan aspek-aspek saling percaya (trust),
reputasi (reputation), dan hubungan timbal balik (reciprocity)
(Ostrom, 1998). Suatu kelompok masyarakat yang mempunyai tingkat saling
percaya tinggi, norma-norma yang kuat untuk mendukung terjadinya hubungan
timbal balik yang selaras, serta anggota kelompok dengan mempunyai reputasi
yang baik, akan mudah menyelesaikan masalah dilema sosial dan mudah
menjalankan aksi bersama dalam pengelolaan DAS secara terpadu.
Pengelolaan
sumberdaya mungkin saja diatur sendiri oleh para anggotanya (self-governance)
secara bersama, asalkan kebutuhan informasi tentang karakteristik sumberdaya
alam tersedia dan kekuasaan untuk menjalankan aturan yang dibuat sendiri
tersebut tetap terus berjalan, berdasarkan pemberian kewenangan pengelola
sumberdaya di tingkat lokal dengan pemerintah. Pemerintah juga perlu
menyediakan informasi tentang karakteristik sumberdaya alam yang sedang
dikelola dan memberi pengakuan hak dan kewenangan terhadap lembaga lokal
tersebut.
Saran
Evolusi
proyek DAS India dimulai tahun 1970-an dan 1980-an dengan pendekatan
teknokratis gagal mengenali kebutuhannya. Hal ini dilihat dari manfaat yang
lambat dan tidak merata Contoh
penerapan teori milik bersama di India
pada tahun 1980 adalah salahsatu kejadian yang pemanfaatannya jelas terasa
sat teroganisir dengan baik. Sayangnya penerapan pada DAS ini justru
dijadikan ajang memperlebar jangkauan proyek sebagian pihak. Tidak peduli hal
ini menguntungkan pada masyarakat atau tidak. Jelas diperlukan adanya
ketegasan yang jelas untuk jeli dalam melihat potensi dan pengelohan sumber
daya milik bersama.
| |||
Komentar
Posting Komentar