Saat Mahasiswa Tergiur dengan Status Maha-nya.
Di
zaman yang sudah serba maju, seharusnya diikuti dengan perkembangan dan
pergerakan yang maju juga. Terlalu lama dimanja dan dibuai teknologi yang serba
mudah, serba ada dan serba praktis justru membuat mahasiswa bersantai-santai
dalam menjalani dunia perkuliahan. 2015 adalah tahunnya pasar bebas. Banyak
sekali mahasiswa yang tidak menyadari sulitnya persaingan setelah lulus nanti
dimana pasar bebas ini telah mengglobal nantiya. Sejauh ini masih banyak ratusan
bahkan ribuan mahasiswa yang setelah lulus tak jarang menganggur akibat
gagalnya dalam persaingan mencari pekerjaan. Di lain sisi, banyak juga
mahasiswa yang tidak berani bersikap untuk membuka peluang usaha mana kali
persaingan semakin ketat.
Sudah
seringkali dibicarakan fungsi da peran mahasiswa meliputi empat hal. 4 hal yang
dimaksud adalah:
1. Iron Stock
Mahasiswa sebagai penerus bangsa.
Mahasiswa adalah cikal bakal yang akan menggantikan posisi-posisi penting di
pemerintahan. Dengan ini diharapakan mahasiswa mampu memiliki jiwa kepemimpinan
yang baik sehingga mampu mengatur dirinya agar dapat membimbing dirinya sendiri
juga menuju bangsanya.
2. Agent Of Change
Mahasiswa sebagai agen perubahan.
Hal ini menujukkan adanya pengharapan bagi mahasiswa untuk berani melakukan
gebrakan terhadap hal-hal yang mungkin sudah berlangsung sekian lama dan kian
lama juga tidak menunjukkan hasil yang maksimal.
3. Social Control
Mahasiswa sebagai pengontrol
keadaan sosial. Mahasiswa ada bukan hanya untuk kepentingan pribadinya.
Diharapkan mahasiswa mampu lebih peka dan memahami keadaan sekitarnya,
menyadari adanya hal-hal yang mungkin luput dari perhatian pemerintah.
4. Moral Force
Mahasiswa sebagai penjaga
sekaligus pembangun moral bangsa. Mahasiswa adalah tonggak pembangunan bangsa,
dan moral adalah hal mendasar yang harus diperbaiki. Apabila moral sudah rusak,
entah akan menjadi bagaimana visi dan misi kehidupan kedepannya berlangsung.
Dari
4 elemen diatas, jelaslah sudah bahwa mahasiswa diharapkan mampu menjadi
sesosok yang tidak hanya mementingkan kepentingan individunya, tapi juga
kepentingan sosial. Untuk membangunnya diperlukan beberapa sifat dan hal-hal
yang harus dibangun dari sekarang. Diantaranya menghilangkan sikap acuh tak
acuh, mahasiswa harus lebih peka dan perhatian serta mampu berpikir lebih
banyak sekalipun dalam tekanan yang begitu hebat. Kedepannya perubahan dan
tekanan tak akan pandang situasi dan kondisi.
Mirisnya,
saat ini mahasiswa seringkali merasa agung dengan status Maha didepan kata
siswa yang membedakannya dengan pelajar lainnya. Mahasiswa bukannya kian berpikir
dan bergiat menata. mempersiakan diri, tapi justru sombong dengan Maha yang
dimilikinya. Bak Tuhan yang Maha Segalanya, mahasiswa sering lupa diri dan
justru cuek saja melihat keadaan sekitarnya. Sebagai contoh, berbagai
kekerasaan baik fisik maupun mental bahkan seksual yang belakangan ini
menyerang berbagai siswa dari tingkat dasar sampai lanjut, tak juga membuka
mahasiswa untuk lebih peka dan merangkul adik-adiknya. Seringkali ada saja mahasiswa
yang justru menertawai, membodoh-bodohkan, yang padahal bisa saja semua ini
terjadi akibat ketidaktahuan. Mahasiswa saat ini seringkali lebih dipusingkan
dengan berbagai tugas besarnya, berbagai laporan praktikumnya dan bagi
mahasiswa tingkat atas tentu saja dengan skripsinya.
Egoisme
yang dimiliki mahasiswa saat ini seringkali terjadi akibat merasa sudah cukup
mandiri. Hal ini lebih rentan meyerang mahasiswa perantauan. Seringkali salah
mengartikan kemandirian. Bukan tidak mungkin saat ini sudah terlambat, tapi
inilah tugas kita bersama yang masih menyadari label “maha” di depan kata siswa
tak lantas membuat kita lebih Agung. Label Maha yang kita miliki saat ini
menunjukkan adanya tanggung jawab dan harapan yang lebih besar. Pasar bebas dan
perubahan siap menyergap kita tanpa mengenal ampun terhadap situasi dan kondisi
kita. Jadi sampai kapan kita hanya mengagung-agungkan meneriakkan kata “HIDUP
MAHASISWA” tanpa melakukan tindakan yang menghidupkan mahasiswa itu sendiri?
Komentar
Posting Komentar