PUASA DAN PEMBENTUKAN KESALEHAN
PUASA DAN PEMBENTUKAN KESALEHAN
Ibadah dan Akhlak
M. Ridho Taufik M.Pd
Kelompok 4:
1.
Aldi
Rahmadan 13513173
2.
Yosi
Mutiara Pertiwi 13513175
3.
Robita
Rahmayanti 13513178
4.
Muhammad
Triansyah 13513179
5.
Almaika
Riandraswari 13513181
6.
Sofiati
Mukrimah 13513183
TEKNIK LINGKUNGAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
Kata Pengantar
Alhamdulillahi
Rabbil ‘Alamin. Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena berkat kasih
dan rahmat-Nya, makalah yang membahas tentang Puasa dan Pembentukan Kesalehan ini
dapat terselesaikan dengan baik.
Terima
kasih kami ucapkan kepada segenap yang terlibat dalam penyusunan makalah ini,
baik yang langsung maupun tidak langsung. Tidak lupa juga kami ucapkan terima
kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Ibadah dan Akhlak kami yang telah
membimbing kami.
Kami
menyadari masih banyak kekurangan dalam makalah kami ini, sehingga kami minta
maaf bila ada kesalahan baik yang disengaja maupun tidak.
Yogyakarta, Maret 2014
Penyusun
BAB I
Pendahuluan
Dalam agama Islam, puasa merupakan rukun iman yang
keempat. Maka dari itu, banyak sekali ayat yang tegas memberikan anjuran untuk
puasa sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, serta menjelaskan
keutamaan-keutamaannya, seperti firman Allah SWT:
“Sesungguhnya kaum muslimin
dan muslimat, kaum mukminin dan mukminat, kaum pria yang patuh dan kaum wanita
yang patuh, dan kaum pria serta wanita yang benar (imannya) dan kaum pria serta
kaum wanita yang sabar (ketaatannya), dan kaum pria serta wanita yang khusyu’,
dan kaum pria serta wanita yang bersedekah, dan kaum pria serta wanita yang
berpuasa, dan kaum pria dan wanita yang menjaga kehormatannya (syahwat
birahinya), dan kaum pria serta wanita yang banyak mengingat Allah, Allah
menyediakan bagi mereka ampunan dan pahala yang besar.” (Al Ahzab: 35).
Rasulullah
SAW telah menjelaskan dalam hadist yang shahih bahwa puasa adalah benteng dari
syahwat, perisai dari neraka. Allah SWT telah mengkhususkan satu pintu surge
untuk orang yang puasa. Puasa bisa memutuskan jiwa dari syahwatnya, menahannya
dari kebiasaan-kebiasaan yang jelek, hingga menjadi jiwa yang tenang. Inilah
pahala yang besar, keutamaan yang agung; dijelaskan secara rinci dalam
hadist-hadist shahih dan dengan penjelasan yang sempurna.
BAB II
Pembahasan
I.
Definisi
Puasa
merupakan arti dari kata ‘syiam’ kata bentukan masdar dari kata sama. Secara
bahasa berarti menahan diri. Dalam arti lebih luas berarti meninggalkan
perbuatan seperti makan, bicara, bergerak secara berlebihan. Secara syar’i
puasa adalah meninggalkan makan, minum, dan berhubungan seksual sejak terbitnya
fajar sampai terbenamnya matahari disertai dengan niat.
Di antara semua ibadah yang
disyariatkan kepada umat Islam, puasa merupakan ibadah yang paling privat.
Ibadah puasa merupakan rahasia berdua antara seseorang dengan Allah SWT. Hal
ini berbeda dengan ibadah lainnya, dimana keterlibatan dan pengetahuan orang
lain terlihat begitu jelas.
Ibadah puasa memiliki hikmah yang
luar biasa. Selain telah diwajibkan pada umat Nabi Muhammad SAW, puasa juga telah
diwajibkan bagi umat terdahulu. Inilah keistimewaan puasa, hingga orang
terdahulu pun memiliki tuntunan ibadah puasa. Puasa sudah dikenal sejak zaman
bangsa Mesir Kuno. Selanjutnya meluas sampai ke Yunani dan Romawi.
Orang-orang yang memeluk agama Hindu
juga tetap melaksanakan ibadah puasa hingga saat ini. Dalam kitab Taurat, puasa
juga disebutkan dan terpuji orang yang melakukannya, hanya tidak disebutkan
wajibnya puasa, tetapi nabi Musa sendiri melaksanakan puasa selama 40 hari. Di
dalam kitab Injil juga juga tidak ada nash yang menyebutkan wajibnya puasa.
Tetapi disebutkan bahwa puasa merupakan salah satu jenis ibadah dan ibadah ini
sangat terpuji. Bahkan disebutkan dalam tafsir Al-Maraghi bahwa puasa telah
diwajibkan sejak zaman nabi Adam. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam al-Quran
surat al-Baqarah ayat 183:
II.
Syarat
dan Sah Wajib Puasa
·
Beragama Islam
·
Baligh
·
Berakal
·
Sanggup
·
Suci dari hadast dan nifas bagi
perempuan
·
Pada waktu yang diperbolehkan
III.
Rukun
Puasa
·
Niat pada malam hari
·
Menahan diri dari segala hal yang
membatalkan puasa
IV.
Hal-Hal
yang Membatalkan Puasa
·
Makan dan minum secara sengaja setelah
terbit fajar hingga sebelum matahari terbenam
Allah SWT berfirman: “Dan makan minumlah hingga terang bagimu
benag putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu
sampai (datang) malam.”
Difahami bahwa puasa itu
(mencegah) dari makan dan minum, jika makan dan minum berarti telah berbuka,
kemudian dikhususkan kalau sengaja, karena jika orang yang puasa melakukannya
karena lupa, salah atau dipaksa, maka tidak membatalkan puasanya. Masalah ini
berdasarkan dalil:
Rasulullah bersabda: “Jika lupa hingga makan dan minum, hendaklah
menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah yang memberinya makan dan
minum.” (HR Bukhari Muslim)
·
Muntah secara sengaja
Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang terpaksa muntah, maka
tidak wajib baginya untuk mengqadha puasanya, dan barangsiapa muntah dengan
sengaja, maka wajib baginya mengqadha puasanya.”
·
Bersetubuh pada siang hari
Imam Syaukani berkata (Durarul
Mudhiyah 2/22): “Jima’ dengan sengaja,
tidak ada ikhtilaf (perbedaan pendapat) padanya bahwa hal tersebut membatalkan
puasa, adapun jika jima’ tersebut terjadi karena lupa, maka sebagian ahli ilmu
menganggapnya sama dengan orang yang makan dan minum dengan tidak sengaja.”
·
Suntikan
yang mengandung makanan
Yaitu menyalurkan zat
makanan ke perut dengan maksud memberi makanan bagi orang sakit. Suntikan
seperti ini membatalkan puasa, karena memasukkan makanan kepada orang yang
puasa. Adapun jika suntikan tersebut tidak sampai ke perut tetapi hanya ke
darah, maka itupun juga membatalkan puasa, karena cairan tersebut kedudukannya
menggantikan kedudukan makanan dan minuman. Kebanyakan orang yang pingsan dalam
jangka waktu yang lama diberikan makanan dengan cara seperti ini.
·
Haidh
dan Nifas
Jika seorang wanita haidh
atau nifas, pada satu bagian siang, baik di awal ataupun di akhirnya, maka
mereka harus berbuka dan mengqadha’ kalau puasa tidak mencukupinya. Rasulullah
SAW bersabda: “Bukankah jika haidh dia
tidak shalat dan puasa?” Kami katakana: “Ya”, Beliau berkata: “Itulah (bukti)
kurang agamanya.” (HR Abu Daud)
V.
Adab
Puasa
·
Niat karena Allah SWT
·
Makan sahur
·
Menjauhi hal-hal yang dapat membatalkan
atau mengurangi nilai puasa
·
Berbuka puasa dengan segera
VI.
Hal-hal
yang disunahkan dalam berpuasa
·
Bersegera untuk berbuka setelah
nyata-nyata matahari terbenam
·
Berdoa setelah berbuka dengan doa yang
telah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW
·
Makan sahur dengan sesuatu makanan walau
sedikit
·
Mencegah lisan dari omongan yang tidak
berfaidah
·
Memperbanyak sedekah dan berbuat baik
kepada sanak saudara, kaum fakir dan miskin
·
Menyibukkan diri dalam menuntut ilmu,
membaca Al-Qur’an, berdzikir, membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW
·
Beriktikaf
VII.
Macam
– macam Puasa
a. Puasa
Wajib
-
Puasa Ramadhan
Allah SWT
mewajibkan kaum muslimin (untuk melakukan ibadah) puasa Ramadhan, karena puasa
memutuskan jiwa dari syahwatnya dan menghalangi dari apa yang biasa dilakukan.
Puasa Ramadhan termasuk perkara yang paling sulit, karena itu kewajibannya pun diundur
sampai tahun kedua Hijriyah, setelah hati kaum muslimin kokoh dalam bertauhid
dan dalam mengagungkan syiar-syiar Allah, maka Allah membimbing mereka untuk
melakukan puasa dengan bertahap. Pada awalnya mereka diberi pilihan untuk
berbuka atau puasa serta diberi semangat untuk puasa, karena puasa masih terasa
berat bagi para sahabat.
§
Manfaat
berpuasa di bulan Ramadhan antara lain:
1.
Pengampunan
dosa
Allah dan Rasul-Nya
memberikan targhib (spirit) untuk melakukan puasa Ramadhan dengan menjelaskan keutamaan
serta tingginya kedudukan puasa, dan kalau seandainya orang yang puasa
mempunyai dosa seperti buih di lautan niscaya akan diampuni dengan sebab ibadah
yang baik dan diberkahi ini.
Dari Abu Hurairah R.A dari
Nabi Muhammad SAW bahwasanya beliau bersabda: “Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh iman dan
ihtisab (mengharap wajah Allah) maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu.”
2.
Dikabulkannya
doa dan pembebasan dari api neraka
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba
yang dibebaskan dari neraka setiap siang dan malam dalam bulan Ramadhan, dan
semua orang muslim yang berdoa akan dikabulkan doanya.”
3.
Termasuk
ke dalam orang-orang Shidiqin dan Syuhada
Dari ‘Amr bin Murrah Al
Juhani, ia berkata: Datang seorang pria kepada Nabi Muhammad SAW kemudian
berkata,”Ya Rasulullah, apa pendapatmu jika aku bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang haq kecuali Allah, engkau adalah Rasulullah, aku shalat lima
waktu, aku tunaikan zakat, aku lakukan puasa Ramadhan dan shalat tarawih di
malam harinya, termasuk orang yang manakah aku?” Beliau menjawab: “Termasuk dari shidiqin dan syuhada.”
§
Niat puasa ramadhan
1.
Wajibnya
niat puasa wajib sebelum terbit fajar
Jika telah jelas masuknya
bulan Ramadhan (baik) dengan penglihatan
mata atau persaksian atau dengan menyempurnakan bilangan bula Sya’ban menjadi
tiga puluh hari, maka wajib atas setiap muslim yang mukallaf untuk niat puasa
di malam harinya, hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW: “Barangsiapa yang tidak niat untuk melakukan
puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.”
Niat itu tempatnya di dalam
hati, dan melafadzkannya adalah bid’ah yang sesat, walaupun manusia
menganggapnya sebagai satu perbuatan baik. Kewajiban niat sejak malam harinya
ini hanya khusus untuk puasa wajib saja, karena Rasulullah SAW pernah datang ke
Aisyah pada selain bulan Ramadhan, kemudian beliau bersabda: “Apakah engkau punya santapan siang? Maka
jika tidak ada aku akan berpuasa.”
2.
Kemampuan
adalah dasar pembebanan syari’at
Barangsiapa mendapati bulan
Ramadhan, tetapi dia tidak tahu sehingga diapun makan dan minum, kemudian dia
mengetahui (bahwa telah masuk ramadhan), maka dia harus menahan diri (dari
makan, minum dan ha-hal yang membatalkan puasa) serta menyempurnakan puasanya
(tidak perlu diqadha’). Barangsiapa yang belum makan dan minum (tetapi tidak
tahu sudah masuk bulan Ramadhan), maka tidak disyaratkan baginya niat pada
malam hari, karena hal itu tidak mampu dilakukannya (karena dia tidak tahu
telah masuk Ramadhan) dan termasuk dari ushul syariat yang telah ditetapkan:
kemampuan adalah dasar pembebanan syariat.
Dari Aisyah (dia berkata): “Adalah Rasulullah SAW pernah memerintahkan
puasa Asyura, maka ketika diwajibkan puasa Ramadhan, maka bagi yang mau puasa
Asyura diperbolehkan, dan yang mau berbuka dipersilahkan.”
Puasa hari Asyura dulunya
adalah wajib, kemudian dimansukh (dihapus kewajiban tersebut), mereka telah
diperintahkan untuk tidak makan dari mulai siang dan itu cukup bagi mereka.
Puasa Ramadhan adalah puasa wajib, maka hukumnya sama dengan puasa Asyura
ketika masih wajib, tidak berubah (berbeda) sedikitpun.
§
Waktu Puasa
Pada awalnya, para sahabat
nabi jika berpuasa dan hadir waktu berbuka mereka makan serta menjima’i
istrinya selama belum tidur. Namun jika seseorang dari mereka tidur sebelum
menyantap makan malamnya (berbuka), dia tidak boleh melakukan sedikitpun
perkara-perkara di atas. Kemudian Allah dengan keluasan rahmat-Nya memberikan
rukhshah (keringanan) hingga orang yang tertidur disamakan hukumnya dengan
orang yang tidak tidur. Hal ini diterangkan dengan rinci dalam hadist berikut:
Dari Barra’ bin Azib, ia
berkata:
“Dahulu sahabat Nabi SAW
jika salah seorang di antara mereka berpuasa dan tiba waktu berbuka, tetapi
tertidur sebelum berbuka, tidak diperbolehkan makan malam dan siangnya hingga
sore hari lagi. Sungguh Wais bin Shirmah Al Anshari pernah berpuasa, ketika
tiba waktu berbuka beliau mendatangi istrinya kemudian berkata: “Apakah engkau
punya makanan?” Istrinya menjawab: “Tidak, namun aku akan pergi mencarikannya
untukmu.” Dia (Qais) bekerja pada hari itu hingga terkantuk-kantuk dan
tertidur, ketika istrinya kembali dan melihatnya, istrinyapun berkata: “Khaibah
untukmu
-
Puasa Kafarat
Puasa kafarat adalah puasa
yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim yang tidak berpuasa pada bulan
Ramadhan karena khilaf bukan karena uzur yang dibenarkan syara’, yakni karena
bersetubuh dengan sengaja, karena mengerjakan sesuatu yang diharamkan dalam haji
serta tidak sanggup menyembelih binatang had,
karena merusak sumpah dan berzihar
dengan istri.
Mengenai adanya puasa
kafarat bagi orang yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan tanpa uzur yang
dibenarkan syara’, berdasarkan hadist Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Malik
dan Ibnu Juraij dari Abu Hurairah menyatakan bahwa seorang laki-laki berbuka di
bulan Ramadhan, lalu Rasulullah SAW menyuruhnya memberi kafarat dengan
memerdekakan seorang budak, dan berpuasa dua bulan berturut-turut, atau memberi
makan 60 orang miskin.
-
Puasa nazar
Puasa nadzar adalah puasa
yang diwajibkan sendiri oleh seorang muslim atas dirinya untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Puasa nadzar wajib ditunaikan menurut nadzar yang telah
dinadzarkannya. Barangsiapa bernadzar puasa sehari atau beberapa hari
berturut-turut atau tidak, wajiblah ditunaikan sebagaimana nadzarnya, selama
nadzar itu tidak bertepatan dengan hari-hari yang diharamkan puasa. Kewajiban
ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surat Al-Hajj ayat 29 yang artinya:
“Dan hendaklah mereka menyempurnakan nadzar-nadzar mereka.”
b. Puasa
Sunnah
·
Puasa
Tathawwu’
Puasa ini tidak wajib
hukumnya. Puasa sunnah ini meliputi: puasa enam hari pada bulan syawal, puasa
asyura’ (10 Muharram) dan sehari sebelum dan sesudahnya, puasa arafah (bagi
yang sedang tidak haji), puasa di kebanyakan bulan Sya’ban, puasa di
bulan-bulan haram, yaitu: Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
VIII.
Hari-Hari terlarang Puasa
Ibadah puasa merupakan
ibadah mahdhah yang pelaksanaannya sudah diatur melalui Al Qur’an dan Sunnah
Nabi. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya tidak sembarangan dan tidak
seenaknya. Termasuk dalam menjalannya ada waktu-waktu yang dilarang tersebut
adalah sebagai berikut:
§
Hari
Raya Idul Fitri dan Idul Adha
Umar R.A berkata: bahwa Rasulullah melarang puasa pada dua
hari ini. Sebab, hari raya Idul Fitri merupakan hari dimana kalian harus
berbuka setelah puasa, sedangkan hari raya Idul Adha agar kalian dapat memakan
hasil ibadah kurban (HR. Ahmad, Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi dan Nasai)
§
Hari
Tasyrik
Hari tasyrik yaitu tiga hari
setelah hari raya Idul Adha. Pada hari ini diharamkan puasa. Hal ini sesuai
dengan hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah R.A bahwasanya Rasulullah SAW
mengutus Abdullah bin Hudzaifah berkeliling Mina untuk menyeru, janganlah
kalian berpuasa pada hari-hari ini, karena hari-hari ini merupakan hari makan,
minum, dan berdzikir kepada Allah SWT. (HR Ahmad)
§
Hari
Jum’at secara khusus
Hari Jum’at merupakan hari
raya mingguan umat Islam. Oleh karena itu, syariat Islam melarang puasa pada
hari tersebut. Tetapi mayoritas ulama berpendapat bahwa larangan itu hanya
bersifat makruh, bukan haram. Pernyataan tadi diperkuat oleh sbuah hadist yang
diriwayatkan dari Abdullah bin Amr, bahwa Rasulullah SAW menemui Juwairiyah binti
Harits pada Jum’at sedang ia berpuasa. Rasulullah SAW bertanya,”Apakah kemarin
engkau berpuasa?” tidak, jawab Juwairiyah. Beliau bertanya lagi,”Apakah esok engkau juga akan berpuasa?”
tidak, jawab Juwairiyah. Rasulullah pun bersabda,”Kalau begitu, hendaknya engkau tidak berpuasa.”
§
Hari
Sabtu secara khusus
Dari Busr al-Sullami dari
saudara perempuannya yang bernama Shamma, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Janganlah kalian berpuasa pada hari Sabtu,
kecuali puasa yang diwajibkan kepada kalian. Seandainya seseorang di antara
kalian tidak mendapatkan kecuali kulit anggur atau dahan kayu (untuk makan),
maka hendaknya ia memakannya.” (HR Ahmad, Tirmidzi, Nasai, Abu Daud, dan
Ibnu Majah)
§
Pada
hari yang diragukan
Hal ini sebagaimana
disabdakan oleh Rasulullah SAW: “Janganlah
kalian mendahului puasa Ramadhan sehari atau dua hari, kecuali jika bertepatan
dengan puasa pada hari yang biasa dilakukan oleh seseorang, maka hendaknya ia
berpuasa pada hari itu.”
§
Puasa
sepanjang tahun
Berpuasa sepanjang tahun
merupakan puasa yang dilarang oleh agama. Hal ini berdasarkan hadist Nabi
Muhammad SAW:
“Tidak (sah) puasa bagi orang yang berpuasa sepanjang masa.” (HR Ahmad, Bukhari, dan Muslim)
Namun apabila seseorang
berniat berpuasa pada sepanjang tahun, tapi pada hari raya Idul Fitri dan Idul
Adha serta hari-hari tasyrik tidak berpuasa, maka puasa ini hukumnya tidak
makruh, jika memang ia sanggup melaksanakannya. Tirmidzi berkata: “Sejumlah ulama menyatakan makruh apabila
seseorang berpuasa sepanjang tahun, jika tidak berpuasa pada hari raya Idul
Fitri, hari raya Idul Adha, dan hari tasyrik.”
§
Puasa
Wishal
Puasa Wishal adalah berpuasa
terus-menerus dan berturut-turut tanpa berbuka atau sahur.
“Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah melarang dari berpuasa
wishal lalu ada seorang laki-laki dari kaum muslimin berkata,”Sesungguhnya
engkau berpuasa wishal, ya Rasulullah.” Rasulullah bersabda,”Siapa diantara
kalian yang seperti aku? Seungguhnya aku bermalam sedang Tuhanku memberi makan
dan minum kepadaku.” Setelah para sahabat enggan meninggalkan puasa wishal,
lalu Rasulullah berpuasa wishal bersama para sahabat selama satu hari, lalu
satu hari lagi. Kemudian mereka melihat hilal. Maka Rasulullah
bersabda,”Seandainya hilal itu belum muncul tentu aku akan menambah lagi kepada
kalian.” Seolah-olah beliau ingin memberikan pelajaran (agar jera) kepada para
sahabat ketika mereka enggan meninggalkan puasa Wishal.”
Para ulama fikih menyatakan
larangan ini maruh. Tetapi Ahmad, Ishaq, dan Ibmu Mundzir membolehkan wishal
hingga tiba waktu sahur selama tidak memberatkan orang yang melakukannya.
IX.
Manfaat
dan Hikmah Puasa
Menurut
Mustafa Al-Maraghi dalam tafsirnya mengatakan bahwa dari ayat kewajiban puasa
ini kita dapat mengetahui bahwa puasa bertujuan untuk kemasalahatan umat
manusia. Tujuan puasa bukan seperti apa yang dipercaya oleh kaum watsani
(penyembah berhala). Mereka menganggap bahwa puasa bertujuan untuk memadamkan
kemurkaan para dewa jika manusia melakukan sesuatu yang mengundang kemurkaan
dewa itu. Puasa pada dasarnya untuk mempersiapkan diri di dalam bertakwa kepada
Allah. Di samping itu, puasa memiliki hikmah dan manfaat sebagai berikut:
1. Pembentukan
kesalehan
Puasa
adalah sebuah proses riyadhah (latihan) ruhaniah manusia, yang oleh Nabi
Muhammad SAW disebut sebagai jihad akbar. Sayyed Husein Nasr menulis, bahwa
aspek paling sulit dari puasa adalah ujung pedang pengendalian diri yang
diarahkan pada jiwa hewani. Dalam puasa
kecenderungan jiwa hewani memberontak , perlahan-lahan dijinakkan melalui
penaklukan kecenderungan tersebut secara sistematis dengan mentaati perintah
Ilahi melalui menahan lapar, dahaga, nafsu seksual, dan gejolak amarah. Di
sinilah dua sisi puasa akan menjadi tampak dengan sangat jelas, ibadah puasa
merupakan ritual dan motivasi simbolik yang mengantarkan seseorang untuk
menjadi seimbang antara kesalehan individual yang sifatnya simbolik-ritualistik
dan kesalehan sosial yang bernuansa sosiologis.
2. Melatih
rasa takut
Puasa ini dapat
membiasakan seseorang untuk takut kepada Allah, baik dalam keadaan sendiri atau
dengan banyak orang. Sebab, orang yang sedang melakukan puasa ini tidak ada
pengawas yang mengawasi kecuali Allah SWT. Jika mereka meninggalkan
keinginannya yang ada di hadapannya, seperti makanan enak, minuman segar, buah
yang matang, dan istri yang cantik, di dalam rangka menjalankan ibadah dan taat
kepada Allah SWT selama satu bulan penuh, berarti ia telah membiasakan diri
untuk bertakwa kepada Allah SWT. Semakin berulangnya melakukan puasa, berarti
telah membiasakan diri untuk malu terhadap Allah SWT yang selalu mengawasi
gerak-geriknya di dalam melaksanakan segala perintah dan menjauhi segala
larangan. Selain itu, puasa dapat melatih manusia untuk mengekang hawa nafsu.
3. Puasa
dapat menurunkan ketegangan syahwat dan dapat menjadikan jiwa seseorang dalam
menghindari berbagai keinginan, kemudian mengkonsentrasikan diri untuk
mengerjakan amalan yang dapat mendatangkan ridho Allah SWT.
4. Puasa
dapat melatih kasih sayang. Sikap ini dapat mendorong orang untuk menjalankan
puasa untuk berinfak atau bersodaqoh. Karena ia merasa lapar maka akan teringat
dengan kaum miskin yang tidak mempunyai makanan.
5. Di
dalam menjalankan ibadah puasa, terkandung makna antara orang kaya dan miskin,
antara rakyat dan raja di dalam menjalankan ibadah puasa. Di antara mereka
tidak ada perbedaan. Semuanya sama diwajibkan menjalankan puasa.
6. Membiasakan
umat teratur dalam melaksanakan kehidupan mereka. Mereka sahur dan berbuka pada
waktu yang sama.
7. Puasa
dapat dijadikan pelebur zat-zat berbahaya yang mengendap di dalam tubuh, seperi
lemak, terlebih di dalam tubuh yang memiliki daya tampung yang banyak tetapi
sedikit bergerak. Puasa juga dapat mengeringkan kelembapan yang sangat
membahayakan tubuh. Puasa juga membersihkan perut besar dari berbagai kotoran
dan racun yang merupakan akibat dari terlalu kenyang. Juga meluluhkan lemak
yang sangat membahayakan jantung.
8. Puasa bisa memasukkan hamba ke dalam surga
Dari Abu
Umamah R.A: Aku berkata kepada Rasulullah SAW,”Wahai Rasulullah, tunjukkan padaku suatu amalan yang bisa memasukkanku
ke surga.”
Rasulullah
menjawab: “Atasmu puasa, tidak ada
(amalan) yang semisal dengannya.”
9. Puasa dan Al Qur’an akan memberikan syafaat kepada
ahlinya di hari kiamat
Rasulullah SAW bersabda:
“Puasa dan Al Qur’an akan memberikan syafaat kepada hamba di hari
kiamat, puasa akan berkata: “Wahai Rabbku, aku menghalanginya dari makan dan
syahwat, maka berilah dia syafaat karenaku.” Al Qur’an pun berkata: “Aku telah
menghalanginya dari tidur di malam hari, maka berilah dia syafaat karenaku.”
Rasulullah SAW: Maka keduanya akan memberi syafaat.”
10. Meningkatkan
kemampuan otak
Para ilmuwan di Amerika
menemukan bahwa puasa dapat meningkatkan faktor neurotropik yang diturunkan
dari otak, yang mendorong tubuh memproduksi lebih banyak sel-sel otak, sehingga
dapat meningkatkan fungsi otak. Demikian juga, penurunan jumlah hormon
kortisol, yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal, membuat seseorang dapat
menurunkan tingkat stres selama dan setelah ramadhan.
11. Mengurangi
kebiasaan buruk.
Ramadhan adalah waktu
yang tepat untuk mengubah gaya hidup tidak sehat dan pola makan yang buruk.
Selama puasa, kita juga bisa menghentikan kebiasaan buruk seperti merokok dan
makan makanan manis.
12. Menurunkan
kadar kolestrol
Kita semua tahu bahwa
penurunan berat badan adalah salah satu dampak positif dari berpuasa selama
ramadhan. Sebuah tim ahli jantung di Uni Emirat Arab menemukan bahwa orang
berpuasa menikmati efek positif dari adanya pengurangan kolestrol dalam darah.
Kolestrol rendah meningkatkan kesehatan jantung, sehingga seseorang dapat
mengurangi resiko menderita penyakit jantung, serangan jantung atau stroke.
13. Mendetoksifikasi
tubuh
Puasa dapat mendetoksifikasi tubuh
dari racun yang menumpuk. Selama puasa, anda dapat mendetoksifikasi sistem
pencernaan dalam satu bulan. Ketika tubuh mulai memakan cadangan lemak untuk
menciptakan energi, itu akan membakar setiap racun berbahaya yang mungkin hadir
dalam timbunan lemak ditubuh.
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan di atas, kita dapat menyimpulkan:
1.
Puasa
merupakan ibadah yang istimewa, sehingga tidak bisa dilaksanakan tanpa
pengetahuan yang cukup
2.
Puasa
dapat membentuk karakter seseorang
3.
Puasa
dapat mencegah dari perbuatan maksiat
Daftar
Pustaka
DPPAI UII. Pilar Substansial Islam. 2013. Yogyakarta: DPPAI UII.
Syaikh Salim bin Ied Al Hilali, Syaikh Ali Hasan Abdul
Hamid. Sifat Puasa Nabi. 2005. Bogor: Al Maktabah Al Islamiyah.
Komentar
Posting Komentar