UII Berduka
Terhitung sejak tulisan ini dibuat, Selasa 24 Januari 2017. Berdasarkan pemberitaan yang sedang ramai terutama di media sosial, telah berpulang 3orang mahasiswa UII. Inalillahi wainnailaihi rojiun.
Berdasarkan pemberitaan pula dikabarkan mereka yang berpulang berkaitan dengan adanya kekerasan dalam pelaksan diksar oleh Mapala UII.
Bismillahirrahmannirrahim.
Tulisan ini saya buat bukan untuk menyalahkan salahsatu pihak manapun.
Tulisan ini dibuat secara sadar, sedih dan miris khususnya melihat reaksi mahasiswa-mahasiswi UII sendiri.
3orang sekaligus telah berpulang. Kita yang ditinggalkan, banyak yang tidak terima itu pasti. Hal yang menjadi miris bagi saya sendiri adalah, mahasiswa dan mahasiswinya justru saling sikut menyikut. Menyalahkan satu pihak dan pihak yang lain.
Kawan, umur itu sudah ditentukan. Ajal itu pasti. Semua itu benar. Tetapi mari kita mengambil sisi dari pihak yang ditinggalkan. Bisa bayangkan bagaimana perasaan orangtua, perasaan ibu, ayah, adik, kakak, perasaan keluarga, perasaan teman karibnya? Tidak ada seorangpun yang siap untuk kehilangan. Mereka yang ditinggalkan ingin mengusut, bukan tidak ikhlas, saya yakin mau tidak mau, suka tidak suka mereka harus mengikhlaskan. Karena sekeras apapun hati yang tidak rela mengikhlaskan, tidak juga membuat mereka yang berpulang, kembali.
Pandangan subjektif saya sendiri, pihak keluarga ingin mengetahui sebenar-benarnya kejadian duduk perkara. Keluarga ingin hal ini tidak terjadi lagi sehingga diperlukan pengungkapan secara tuntas agar tidak ada lagi penyesalan-penyesalan dikemudian hari.
Biar keluarganya mengusahakan sebisa mungkin untuk mencari kebenarannya. Jangan bilang pada mereka ini mengenai takdirNya Yang Maha Kuasa. Mereka mengerti seluruh hidup ini telah tertulis takdirnya, mereka paham, mereka sadar. Biarlah keinginan-keinginan sahabat karib dari yang berpulang ini ingin kebenaran terungkap. Ini hak mereka yang ingin mendapat kejelasan. Biar ini jadi bagian dari proses mengikhlaskan dan memberi pelajaran bagi kita semua.
Jangan terprovokasi.
Jangan memprovokasi.
Berita mengenai kehilangan nyawa ini selalu sensitif. Bisakah saat ini kita berhenti saling menyikut dan membawa kepentingan masing-masing bendera? Bisakah saat ini kita tundukkan kepala sejenak berdoa yang terbaik bagi yang berpulang?
Kawan-kawanku yang luarbiasa menggembar-gemborkan dan menyalahkan pihak Mapala. Jangan lupa, Mapala UII juga berduka. Mereka kehilangan 3 peserta, 3 saudara dan 3 keluarga mereka. Mereka pun sedang berduka. Mereka pun sedang dilanda pilu dan sedih.
Terlepas kejadian di lapangan seperti apa. Izinkan saya memberi saran kepada teman-teman mapala, terlebih panitia dan penanggungjawab diklat tersebut.
Kawan-kawan Mapala, kali ini kalian menjadi sorotan. Aku mencoba mengerti perasaan gelisah dan tidak terima kawan-kawan saat organisasi yang tak lain merupakan keluarga bagi kalian dihina, disalahkan, dipojokkan, dan dijatuhkan. Tapi coba sekali lagi kita ingat-ingat bagaimana bila kita jadi pihak keluarga yang ditinggalkan?
Sadar tidak sadar, sebagai panitia kalian semualah yang bertanggungjawab penuh atas jalannya acara. Ada masalah sekecil apapun kalian juga yang harus menyelesaikannya. Wajar, kali ini kalian menjadi sorotan. Wajar, kali ini kalian diminta pertanggungjawabannya. Wajar, kalian yang dicari. Terima semua keadaan yang ada. Sulit memang ketika kalian pun masih harus berusaha untuk mengikhlaskan kepergian keluarga kalian, tapi dituntut juga untuk bertanggungjawab atas berbagai hal yang terjadi. Semoga pundak kawan-kawan semua dikuatkan dan tetap ditegakkan.
Saran dari saya, mohon teman-teman mapala tetap tenang menghadapi segala hal yang datang baik itu hujatan maupun cacian. Saling merangkul lebih erat lagi untuk meredam emosi dan kesal maupun sesal yang ada.
Mohon maaf sebelumnya saya berkata seperti ini. Jangan memperkeruh suasana dengan teman-teman membela secara luarbiasa (yang dimaksud disini adalah teman-teman mengatakan semua perkara waktu dan ajal, juga seakan-akan teman-teman menganggap wajar kejadian ini. Tidak semua orang bisa terima itu kawan). Dukungan teman-teman sangat diperlukan terlebih bagi panitia diklat tersebut. Tetap tenang, jangan gentar bila benar. Akan tetapi sekali lagi, sadar tidak sadar teman-teman semua memang harus bertanggungjawab.
Daripada sibuk mengumpulkan emosi. Daripada sibuk membalas satu persatu cacian. Mungkin lebih baik teman-teman semua ya seperti saya bilang diatas, berangkulan dan saling menenangkan.
Saya sendiri setuju bila kita semua harus belajar untuk tegas, tapi tidak dengan keras terlebih kekerasan. Saya juga akui seringkali rasa persatuan, rasa korsa itu tumbuh dari perasaan dan kesusahan yang dilalui secara bersama, tapi bukan dengan kekerasan bersama. Jadi catatan tersendiri bagi seluruh panitia makrab lainnya, bagi panitia kegiatan-kegiatan outdoor lainnya untuk lebih selektif dalam mengadakan acara. Lebih bertanggungjawab lagi dan memulai memikirkan dampak kedepannya.
Beratnya tanggungjawab memang baru terasa bila ada masalah. Tapi apa harus ada masalah dulu baru memaknai sebuah tanggungjawab?
Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari kejadian ini. Bukan pelajaran mengenai kekerasan yang masih simpang siur. Justru mengenai tanggungjawab. Tanggungjawab sebagai panitia, tanggungjawab menjalani hidup sebaik-baiknya, tanggungjawab menjadi anak dari orangtua kita, tanggungjawab sebagai kawan seperjuangan terlebih di tanah rantauan. Sungguh umur manusia tidak ada yang tahu sampai kapan.
Semoga teman-teman semua dimampukan, dikuatkan dan diberikan ketabahan. Semoga tidak adalagi korban yang kembali jatuh. Semoga kebenaran bisa terungkap, semoga kedamaian segera meliputi UII. Ingat kita semua adalah pihak yang ditinggalkan, kita semua kehilangan, kita semua berduka, kita semua bagian dari UII. Inalillahi wainnailaihi rojiun. Al fatihah.
Komentar
Posting Komentar