Batas Fiksi dan Ilusi

Aku percaya bahwa setiap orang punya hak untuk menulis. Menyampaikan isi hati, mengolah luka, merawat kenangan, bahkan meminjam masa lalu sebagai inspirasi. Namun jangan lupakan bahwa ada garis tipis antara fiksi dan ilusi.

Ada batas dalam bercerita. Bukan karena dilarang menulis masa lalu, tapi karena ada kehidupan masa kini yang harus dihormati. 

Menulis itu tanggung jawab. Terutama ketika kisah yang kita tulis bukan lagi milik kita.

Aku pernah memberi ruang. Jika memang ada yang menggantung, aku persilakan menyelesaikannya langsung. Supaya semua tenang, dan tidak ada yang perlu terus dibawa dalam cerita. Aku bahkan membuka pintu untuk hubungan yang sehat dan dewasa. Tapi ternyata tidak semua orang siap berdamai, bahkan setelah diberi kesempatan.

Aku pikir waktu dan kedewasaan akan menyembuhkan. Tapi ketika nama, keluarga, dan masa kini terus dibawa ke dalam kisah yang seharusnya fiksi, aku sadar... ini bukan tentang kenangan.

Kamu tidak menuliskan kisahmu.
Kamu menuliskan hidup yang bukan lagi milikmu.

Aku tidak keberatan pada kenangan, itu sepenuhnya milik kalian. Aku hanya keberatan ketika isi dari tulisan itu menyentuh hal-hal pribadi, menyentuh keluarga, menyentuh kenangan yang kini telah menjadi milik orang lain.

Izinkan aku bertanya.

"Sampai kapan kamu ingin tinggal di tempat yang sudah lama ditinggalkan?"

Sungguh, tidak semua cerita layak diulang terus-menerus.

Aku bukan marah. Aku hanya ingin hidupku (termasuk suamiku di dalamnya) tidak dijadikan bayangan dan bahan cerita orang lain. 

Kita semua punya pilihan untuk berdamai, lalu melangkah. Tetapi saat kamu memilih untuk tetap menulis tentang orang yang kini bukan lagi milikmu, itu bukan seni. Itu cara yang menyedihkan untuk tetap relevan.

Hanya kamu yang benar-benar belum selesai dari kisah masa lalu.

Aku tidak terganggu karena kamu menulis.
Aku hanya terganggu karena kamu masih belum bisa berhenti. 
Aku menulis ini pun bukan untuk menyerang. Aku hanya menegaskan, kisah ini milikku sekarang.  

Komentar

Postingan Populer